Yosua mengucapkan pernyataan ini di akhir kepemimpinannya atas bangsa Israel, ketika mereka berada di persimpangan: apakah tetap setia kepada Tuhan atau mengikuti allah bangsa lain. Yosua tidak hanya bicara soal pribadi, tapi menyatakan iman satu keluarga: “aku dan seisi rumahku.”

Ini menunjukkan bahwa dalam teologi Perjanjian Lama, kepala keluarga bertanggung jawab secara rohani atas rumah tangganya. Ibadah kepada Tuhan bukan sekadar aktivitas ritual, tapi gaya hidup sehari-hari. Yosua mengambil posisi tegas bahwa pelayanan dan penyembahan kepada Allah dimulai dari rumah.

Dalam konteks Kristen kini, komitmen ini mencerminkan peran rohani keluarga sebagai komunitas kecil yang dibentuk untuk memuliakan Allah. Artinya, ibadah bukan hanya Minggu di gereja, tapi bagaimana kasih, ketaatan, dan pelayanan hidup setiap hari di dalam keluarga.

Zaman sekarang penuh distraksi: pekerjaan, sekolah, gadget, media sosial. Gampang banget keluarga jadi sekadar “tinggal serumah tapi jauh di hati.” Tapi Yosua mengingatkan kita: jangan biarkan Tuhan tersingkir dari rumahmu.