Saudara tahukan lagu “Berkat Tuhan mari hitunglah”? Penggambaran dari lagu ini adalah disaat kita dalam keadaan susah kita lihat berkat Tuhan yang kita terima dan seharusnya kita kagum, bangga atas apa yang Dia janjikan dan berikan kepada kita. Tapi kenyataannya dalam hidup kita seringkali kita menyanyikan lagu ini seperti “Berkat ORANG mari hitunglah.” Benar tidak? Tanpa sadar, kita melakukan hal itu. Kita membandingkan-bandingkan apa yang punya orang lain dengan apa yang kita punya. Ketika kita melihat orang lain kita menjadi “iri.” Pada renungan kemarin mengenai Kain, kita belajar tentang iri hati dan bahayanya, dan memang itulah realitas dan tantangan sekarang bagaimana kita dapat bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepada kita.

Saudara apalagi di zaman sangat canggih dipenuhi dengan teknologi kita dapat melihat kebahagiaan, kekayaan orang lain lewat genggaman tangan kita. Lita melihat dari media sosial yang ada dan kita mengambil kesimpulan bahwa nasib orang lain lebih baik daripada nasib saya, mereka lebih enak dibandingkan saya.

Saudara yang diberkati Tuhan, dari perumpamaan Firman Tuhan hari ini, sikap membanding-bandingkan timbul dari pikiran bahwa Allah itu tidak adil. Ketika kita melihat orang lain yang lebih baik dari kita, kita mencap bahwa Allah tidak adil. Seharusnya Allah memperlakukan saya sama seperti mereka. Saudara, Allah berhak untuk bermurah hati kepada siapa yang Ia kehendaki. Bukankah kita juga sudah menerima kemurahan hatinya dengan Ia menyelamatkan kita dari hukuman dosa?

Mari berhenti sejenak dan fokus saja pada apa yang Tuhan berikan kepada kita, berkat apa yang Tuhan berikan kepada kita. Mungkin kita tidak memiliki uang yang banyak tetapi kita diberikan kesehatan. Meskipun saya tidak dapat makan-makanan mahal tetapi setiap hari saya masih bisa makan. Ada banyak berkat Tuhan yang kita terima dalam hidup kita. Mari kita fokus pada itu dan bukan menghitung dan membandingkan berkat orang lain.