Kota Niniwe adalah Ibukota Asyur, terletak di bagian timur Sungai Tigris. Ke kota inilah Allah mengutus Yunus untuk menyampaikan berita dari Allah. Meskipun Niniwe adalah bangsa yang jahat, namun Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Hal ini yang menyebabkan Yunus menjadi marah. Kemarahan Yunus dijelaskan di bagian akhir dari kitab ini, sebagai akibat ketidakpahamannya akan sifat Allah yang pengasih, penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Di mata Yunus, penduduk Niniwe tidak pantas mendapatkan belas kasihan karena keberdosaan dan kekejaman mereka.

Yunus melupakan satu hal bahwa sesungguhnya keadaan bangsanya juga tidak lebih baik dari penduduk Niniwe. Sesungguhnya, mereka juga tidak pantas mendapatkan kemurahan Tuhan karena kebebalan hati dan keberdosaannya, tetapi Tuhan tetap menaruh belas kasihan kepada Israel. Bahkan, ketika Yunus marah karena akhirnya penduduk Niniwe itu mau bertobat, Tuhan dengan penuh kesabaran membimbing Yunus, agar dapat memahami betapa besarnya kasih Allah.

Kita seringkali juga marah melihat kejahatan seseorang. Kita merasa bahwa orang seperti itu tidak pantas diampuni. Kita merasa diri jauh lebih baik, sehingga kita merasa berhak menentukan orang itu pantas diampuni atau tidak, pantas dikasihi atau tidak, dst. Namun, apakah kita mengingat jika kita diampuni Tuhan bukan karena kita lebih baik dari orang lain? Belas kasihan Tuhan kepada orang-orang berdosa ditunjukkan-Nya dengan memberikan Anak-Nya sehingga mereka yang percaya kepada Kristus dapat  diampuni. Kita adalah salah satu dari orang-orang yang menerima belas kasihan-Nya, jadi, layakkah kita marah? Amin.