Rasul Petrus memulai dengan menyerukan agar kita mempersiapkan pikiran kita, tetap waspada, dan sepenuhnya berharap kepada kasih karunia yang akan diberikan saat Yesus Kristus menyatakan diri. Ini adalah pengingat bahwa hidup kita bukan sekadar rutinitas, tetapi sebuah perjalanan yang penuh kekudusan dan diarahkan pada pengharapan kekal.

Apa sih tanda kekudusan itu? Apakah dengan menjadi pelayan sepenuh waktu di gereja? Rajin memberikan perpuluhan? Memakai aksesori berbau Kristen? Atau sering mengucapkan "shalom" dan "haleluya"?

Ternyata, kekudusan nggak sesederhana itu. Kekudusan adalah tujuan hidup kita dalam Kristus, yaitu menjadi serupa dengan Allah. Artinya, kita mengabdi kepada-Nya dan hidup untuk menyenangkan hati-Nya. Jadi, usaha kita untuk menjadi serupa dengan Allah nggak bisa berhenti hanya pada melayani di gereja atau memberi persembahan. Apalagi cuma soal aksesori atau kata-kata tertentu. Mengabdi kepada Allah itu berarti menyerahkan diri sepenuhnya dan sepenuh hati kepada-Nya.

Tapi tunggu dulu, kalau tuntutannya sesempurna itu, apa ada manusia yang sanggup mencapainya? Jawabannya, jelas nggak mungkin kalau hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri. Tapi kabar baiknya, kita punya Roh Allah yang sudah menyucikan kita dari dosa. Roh Kudus memperbarui kita agar semakin serupa dengan Kristus, dan kasih karunia-Nya memungkinkan kita menaati firman Allah.

Jadi, apa bagian kita? Kita perlu mempersiapkan akal budi, menguasai diri, dan membiarkan Roh Kudus memimpin pikiran serta kehendak kita. Kita juga harus terus berharap kepada anugerah Tuhan Yesus Kristus yang akan datang. Dan yang nggak kalah penting, kita perlu melepaskan diri dari segala nafsu dan dosa yang muncul dari kebodohan.

Intinya, kekudusan bukan soal aktivitas luar, tapi soal hati yang sepenuhnya menyerah kepada Tuhan. Yuk, kita terus belajar dan bertumbuh di dalam Tuhan!