Kita semua yakin dan tahu betul bahwa hidup ini tidak akan pernah ada yang namanya jalan yang lurus-lurus saja. Pasti dalam perjalanan ada yang berkelok, bergelombang, bahkan bisa jadi terjatuh, itu lumrahnya kehidupan manusia. Maka yang selalu menjadi pertanyaan bukan masalah lika-liku kehidupan ini, melainkan bagaimana individu, atau manusia tersebut merespon dan menyikapinya.

Firman kita hari ini mengajarkan bahwa dalam segala realitas lika-liku kehidupan selalu ada pengharapan dalam Tuhan. Seperti Firman hari ini, dimana konteksnya adalah pada waktu itu umat Israel dan Yehuda mengalami pembuangan di negeri orang asing menjadi budak, menderita, dan mengalami fase terendah sebagai sebuah bangsa. Itu semua sebagai  bentuk hukuman Allah bagi umat-Nya. Namun, kendati dalam masa penghukuman tersebut, Allah digambarkan seperti seperti orang tua yang sedang mendidik anak-Nya, menemani untuk menjadi lebih baik dan kelak akan dipulihkan. Artinya, penderitaan tidak selamanya dipandang buruk. Melanikan penderitaan bisa jadi sebagai jalan untuk semakin mempererat dan memulihkan relasi kita dengan Tuhan.

Iman bersama Tuhan seperti sebuah perjalanan peziarahan yang terus bergerak, bukan statis dan diam. Sekali lagi dalam perjalanan itulah jalannya tidak selalu lurus. Kendati tidak mulus dan lurus, Iman sejati akan terus berupaya berhubungan dengan Tuhan, melibatkan Tuhan dalam segala keadaan, serta menyerahkan kendali masa depan ke dalam tangan Tuhan. Janji-Nya dengan umat-Nya-yang akan selalu digenapi dan ditepati oleh Tuhan sendiri dengan kebesaran kuasa-Nya. Dan itulah pengharapan tiap-tiap umat di dalam keadaan apapun, Immanuel… Allah beserta kita, Amin.